Negara tidak perlu mengurus keyakinan atau agama yang dianut warga negaranya sebab keyakinan dan agama adalah masalah personal dan privat. Namun, negara bisa mengatur warga negara untuk menghindari benturan yang dikhawatirkan dapat terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Hal itu diungkapkan saksi ahli dari Mahkamah Konstitusi (MK), Komaruddin Hidayat, dalam sidang uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama di MK, Jakarta, Rabu (24/3/2010) kemarin. ”Dalam keyakinan, orang mempunyai hak asasi. Kita tidak bisa memaksakan,” kata Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah itu. Akan tetapi, kata Komaruddin, ekspresi beragama masuk ke ranah publik. Karena itu, negara hanya mengatur warga negara. ”Negara tak usah mengurus agama, tetapi warga negara yang dikhawatirkan dapat berbenturan,” katanya.
Saksi ahli dari MK lainnya, Moeslim Abdurrahman, mengatakan, UU Nomor 1 Tahun 1965 dibuat dan digunakan untuk mengontrol aliran yang sesat atau yang tidak. ”Dalam politik agama, seolah- olah negara ingin mencampuri mana yang dianggap agama atau mana keyakinan lokal yang tidak dianggap agama,” katanya.
Oleh karena itu, kata Moeslim, perlu dilihat relevansi UU Nomor 1 Tahun 1965 untuk diteruskan atau tidak. Dari sisi antropologi, lebih dari 200 kelompok masyarakat yang berbeda aliran kepercayaan, khususnya kepercayaan tradisional, hidup di masyarakat.
Budayawan Taufiq Ismail yang juga menjadi saksi ahli dari MK menyampaikan argumentasi melalui puisi berjudul Tebing Betapa Curam, Jurang Betapa Dalam, Tak Tampak Kedua-Keduanya. Taufiq ingin mengungkapkan, UU Nomor 1 Tahun 1965 tak perlu dicabut, tetapi diganti atau direvisi dengan undang-undang baru yang lebih baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di sisi lain, budayawan Garin Nugroho yang juga saksi yang didatangkan MK menilai UU Nomor 1 Tahun 1965 perlu dicabut karena tak memajukan pluralisme.
FPI Pukul Aktivis Saat Jeda Sidang UU Penodaan Agama
Sidang uji materi Undang-undang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama diwarnai oleh insiden pemukulan. Kericuhan tersebut terjadi di dekat kantin Mahkamah Konstitusi, saat sidang diskors pukul 12.00-14.00 WIB.
Menurut Nurkholis Hidayat, anggota Tim Advokasi Kebebasan Beragama yang menjadi kuasa hukum pemohon uji materi, insiden berawal selepas tim pengacara makan siang di kantin. “Sehabis makan saya dan Uli (Uli Parulian Sihombing, juga anggota tim) keluar kantin,” ujarnya setelah kericuhan di Mahkamah, Rabu (24/3).
Kedua orang itu lantas dirubung sejumlah aktivis Front Pembela Islam. “Mereka menuduh kami munafik, apakah masih muslim atau tidak,” ucap Nurkholis.
Tiba-tiba beberapa aktivis itu menendang Nurkholis dan Uli. Sidik dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta serta Novel, anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, memotret kejadian itu.
Pentolan FPI melihat Sidik dan Novel memotret dan tak terima. Mereka meminta gambar dihapus, namun ditolak. Massa FPI kontan marah dan menyerang. “Polisi yang ada di situ bilang, lari! Jadi kami lari ke atas,” kata Novel. Sepanjang pelarian sepanjang sekitar 30 meter itu massa FPI menghadiahi mereka dengan pukulan. “Saya ditendang, ditonjok di perut, sempat dicekik juga.”
Polisi yang bertugas langsung memisahkan massa FPI dengan tim pengacara. Mereka diarahkan naik dari dekat kantin ke lantai dasar. Sekumpulan aktivis FPI itu sempat tak mau dipisahkan dan meneriakkan takbir berulang-ulang. Namun saat polisi yang datang makin banyak, gerombolan tersebut membubarkan diri. Kini skors sudah dicabut dan sidang kembali digelar.
April 27, 2010 pukul 4:31 am
kok sepi amat
Mei 27, 2010 pukul 6:21 am
kekerasan bukanlah jalan penyelesaian yang terbaik islam mengajarkan kita berbuat arif agar kawan maupun lawan segan pada kita apabila terjadi pemukulan sangat kami sayangkan tapi lebih kami sayangkan lagi kalau ada yang memancing emosi untuk berbuat anarki kalau ingi tidak terbakar jangan main api karena hukum kausalitas itu ada. pesanku: berbuar bijak memang sulit tapi akan lebih sulit lagi ketika kita tidak berbuat bijak karena dapat minimbulkan dampak pada diri kita,keluarga,saudara,tetangga & masyarakat pada umumnya