Imagination is more important than knowladge. –Albert Einstein.
Tak biasanya, ketika sedang makan malam di kantin bersama seorang teman, tiba-tiba lewat gadis belia dengan pakaian ketat dipandu celanda pendek. Suasana menonton sepak bola di televisi jadi terganggu. Sorakan dari pengunjung kantin rupanya lebih ditujukan kepada si gadis yang lewat. Saya –sebagai lelaki normal (hehehe)– yang duduk di samping tempat lewat juga tidak melewatkan pemandangan itu.
“Sebenarnya, imajinasi kitalah yang kotor,” kata teman saya melihat tingkah para pengunjung kantin —mungkin juga menyindir saya. “Padahal, kalau umpama kita imajinasikan dengan tengkorak yang berjalan, maka sorak seperti itu tidak akan terjadi,” lanjutnya mengumpamakan gadis yang baru saja berjalan itu semaunya sendiri.
“Imajinasi, merupakan sesuatu yang dahsyat. Darinya bisa timbul fantasi,” kata teman saya itu seperti hendak menerangkan orang-orang sekeliling itu dengan fantasinya yang liar itu.
“Harusnya imajinasi diarahkan kepada hal-hal positif. Seperti kata Enstein, imajinasi itu lebih penting daripada pengetahuan,” ucapnya indah.
Saya termanggut-manggut mendengarkan penjelasannya itu sambil menikmati sepiring nasi ayam kecap tanpa sambal kesukaan saya. “Contoh imajinasi positif itu seperti apa?” tanya saya meminta penjelasan lebih lanjut.
Dia kemudian menceritakan tentang ‘imajinasi berhasil’-nya ketika sedang menawarkan bisnis kepada orang lain. “Tanpa imajinasi keberhasilan, maka keberhasilan itu juga tidak akan terwujud.”
“Sayangnya, imajinasi-imajinasi positif seperti itu kadang dibunuh oleh orang tua sejak kecil,” ujarnya lagi. “Padahal kita semua memiliki potensi menjadi seorang bisnisman yang tangguh.”
“Maksudnya?”
“Ketika anak kecil itu merengek-rengek meminta sesuatu, sebenarnya dia menggunakan kekuatannya untuk menggerakkan. Rengekan, dan bahkan tangisan, itu merupakan kekuatannya. Ketika kita –sebagai orang tua– tidak menuruti, maka pupuslah harapan si kecil. Ingin ini tidak boleh. Ingin itu tidak boleh. Hingga ia merasa tertekan. Akibatnya, si kecil tumbuh dengan imajinasi gagal.”
“Orang tua mendoktrin bahwa mencari uang itu sulit. Padahal tidak begitu. Mencari uang itu mudah —asal tahu caranya,” jelasnya memberi contoh lain. Makanya, dia sekarang mendidik anaknya dengan mengatakan bahwa mencari uang itu mudah. “Memberi imajinasi kepada anak ‘bahwa mencari uang itu selalu sulit’, membuatnya tidak akan pernah mudah mencari uang kelak.”
Rupanya, tidak semua imajinasi itu buruk. Imajinasi adalah tempat yang tidak pernah kita kunjungi, dan imajinasi adalah kaki yang mengantar kita melangkah ke sana. Tanpanya, kita akan berhenti melangkah. Karena tempat itu tidak ada –atau kita membuatnya tiada?
Pesawat yang terbang itu, adalah dari sebuah imajinasi: manusia bisa terbang!
Januari 18, 2011 pukul 8:41 am
Imajinasi adalah super power dalam diri kita
Agustus 15, 2011 pukul 10:15 pm
setuju pendapat temanmu. berdasarkan fakta sejarah, imajinasi mampu mengubah dunia bahkan secara global. jadi, jangan pernah berhenti ber-imajinasi (meski kadang sedikit ‘kotor’) 🙂