Hari ini pasal karet dalam KUHP tentang penodaan dan penistaan agama memakan korban. Dan lagi-lagi korbannya adalah saudaraku dari kalangan minoritas. Membaca kisah MEILIANA yang dihukum 18 bulan hanya karena mengeluhkan suara adzan isya’ dari masjid di dekat rumahnya, membuat perasaan saya tergerus. Ketidakadilan hukum di negeri ini kembali memakan korban. Hakim dan Jaksa yang tidak punya nurani kembali memporak-porandakan nalar sehat kita semua.
Kisah duka MEILIANA yang berasal dari Tanjung Balai Sumatera Utara ini dimulai pada tanggal 22 Juli 2016 lalu. Dia hanya sekedar mempertanyakan kepada tetangganya mengapa suara speaker di masjid terdengar lebih keras daripada biasanya. Pertanyaan sederhana dari perempuan keturunan Tionghoa yang cantik ini rupanya ditanggapi orang-orang cupet nalar dengan membabi buta. Lalu meledaklah emosi kaum cupet nalar dan logika ini dengan ramai-ramai membakar 14 Vihara di Tanjung Balai. Semua mereka lakukan dengan dalih membela agama yang ternista. Mereka merasa agama Islam telah ternoda dengan pertanyaan lugu dari Meiliana. Duuuh…….
Lalu MEILIANA yang dianggap pemicu kerusuhan terburuk dalam sejarah kota Tanjung Balai ini ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Dan Selasa, 21 Agustus 2018, Hakim memvonis 18 bulan penjara Meiliana sesuai dengan tuntutan Jaksa. Dan anehnya para gerombolan liar yang membakar 14 Vihara itu hanya divonis 3 bulan. Quo Vadis keadilan di negeri ini. Alangkah lucunya negeri ini 😭 Baca entri selengkapnya »